Setiap apa yang terjadi mengandung hikmah bagi setiap orang yang mau melihatnya lebih bijak. Karena bersama kesedihan terdapat kebahagiaan.

Kamis, 14 Juni 2012

Kadang Harus Dipaksakan


                Tulisan ini harapannya sih bisa jadi motivasi buat yang baca biar tidak ragu dan menunda-nunda hal yang baik, dan juga agar berani mengambil kesempatan yang ada. Harapan itu nanti terwujud atau tidak, kembali kepada pembaca tulisan saya ini. Semua isi tulisan saya ini murni pengalaman saya pribadi dan juga kejadian di sekitar saya. Betul-betul murni tidak oplosan. Jika ditemukan hal-hal yang ternyata oplosan sila adukan keluhan anda ke customer service (tapi saya tidak kasih nomornya).
                Banyak orang yang berpikir tidak mau melakukan hal-hal yang menyenangkan dan tentunya kebaikan hanya karna merasa “belum pantas”, kalau kata mas Ippho “Right” Santosa yang kayak begini ini tipe orang yang otaknya kiri banget. Kalau kata orang kiri bin pesimistis, “Segala hal yang dipaksakan itu engga baik”, jawaban saya sih, “Sekali-kali ini paksakan, buat tantangan :p”. Kalau kata orang pesimistis binti kiri, “ sesuatu yang belum ‘pantas’ tidak perlu dilakukan.” Saya jawabannya lagi-lagi, “ya lakukan saja, buat tantangan terus paksakan! Hidup kalau banyak takutnya itu jadinya flat dan terkurung loh!” Tidak semuanya yang dipaksakan hasilnya tidak bagus, contohnya apakah dulu kita mulai sholat karna sudah khusyu’? Atau dengan kata lain “Tunggu khusyu’ dulu baru mau sholat?” Nah kalau pengalaman saya ini mirip kayak gitu juga.
                Saat masa SMA dulu saya termasuk anak yang bandel dan juga sering pesimis (mengeluh) makanya disetiap tulisan dan kultwit saya (follow ya @panjisyamsi, promosi) selalu bilang jauhi mengeluh, karna saya sudah merasakan banget tidak manfaatnya. Balik lagi ke cerita, alhamdulillah Allah Ta’ala memberikan jalan untuk kembali pada-Nya. Di SMAN 66 Jakarta tempat saya belajar itu ada kegiatan PKMA (Pelatihan Keterampilan Membaca Al-Qur’an), nah waktu itu angkatan saya diberikan amanah untuk menjadi mentornya (karna sudah lulus dan menjadi alumni), namun saya tidak termasuk di dalam daftar alumni-alumni yang menjadi mentor itu, mungkin karna reputasi saya dulu. Beberapa waktu berjalan, ada salah satu mentor mengundurkan diri karna bentrok dengan jadwal kuliahnya, lalu sahabat sekaligus saudara saya bang Ridho (follow kalo mau hehe, @musiridho, tapi udah engga aktif) dan bang Zakky (@zakkyramdhan, jarang online) memberikan kepercayaan kepada saya untuk menjadi mentor. Waktu ditawarinnya itu mendadak loh, ibarat kata saya mau pelatihan dulu tuh tidak bisa. Lah wong saya baru dihubungi malam jam 9, sementara kegiatannya besok pagi jam 10. Mendadak banget. Kalau saya berpikir “Yah bang, saya mana bisa. Saya kan baru aja tobat dan belajar lagi, ilmunya masih cetek.” Saya yakin dengan seyakin-yakinnya, saya tidak jadi seorang mentor saat ini. Tapi saat itu saya bilang pada diri saya sendiri “Ini kehendak-Nya Allah, ini tantangan dari Dia apakah lo itu benar-benar mau tobat dan mengabdi pada-Nya! Jangan pikir pantas atau tidak, yang tahu kan Allah dan orang lain, bukan lo sendiri!” dan saya yakin untuk mengambil kesempatan itu. Hasilnya? Alhamdulillah baik dan lancar, dan bonusnya dua mentee saya menjadi mentor juga, yang salah satunya juga sering berbagi ilmu di twitter, follow saja akun ini à @ameliafyns (amelia fyanisa), kalau yang satu lagi jarang aktif socmed.
                Cukup segini dulu sharing pengalaman saya, niatnya buat motivasi, kalau belum termotivasi untuk berani, baca sekuel tulisan ini nanti ya (semacam sinetron) hehehe.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar