Tulisan ini harapannya sih bisa
jadi motivasi buat yang baca biar tidak ragu dan menunda-nunda hal yang baik,
dan juga agar berani mengambil kesempatan yang ada. Harapan itu nanti terwujud
atau tidak, kembali kepada pembaca tulisan saya ini. Semua isi tulisan saya ini
murni pengalaman saya pribadi dan juga kejadian di sekitar saya. Betul-betul
murni tidak oplosan. Jika ditemukan hal-hal yang ternyata oplosan sila adukan
keluhan anda ke customer service (tapi saya tidak kasih nomornya).
Banyak orang yang berpikir tidak
mau melakukan hal-hal yang menyenangkan dan tentunya kebaikan hanya karna
merasa “belum pantas”, kalau kata mas Ippho “Right” Santosa yang kayak begini
ini tipe orang yang otaknya kiri banget. Kalau kata orang kiri bin pesimistis,
“Segala hal yang dipaksakan itu engga baik”, jawaban saya sih, “Sekali-kali ini
paksakan, buat tantangan :p”. Kalau kata orang pesimistis binti kiri, “ sesuatu
yang belum ‘pantas’ tidak perlu dilakukan.” Saya jawabannya lagi-lagi, “ya
lakukan saja, buat tantangan terus paksakan! Hidup kalau banyak takutnya itu
jadinya flat dan terkurung loh!” Tidak semuanya yang dipaksakan hasilnya tidak
bagus, contohnya apakah dulu kita mulai sholat karna sudah khusyu’? Atau dengan
kata lain “Tunggu khusyu’ dulu baru mau sholat?” Nah kalau pengalaman saya ini
mirip kayak gitu juga.
Saat masa SMA dulu saya termasuk
anak yang bandel dan juga sering pesimis (mengeluh) makanya disetiap tulisan
dan kultwit saya (follow ya @panjisyamsi, promosi) selalu bilang jauhi
mengeluh, karna saya sudah merasakan banget tidak manfaatnya. Balik lagi ke
cerita, alhamdulillah Allah Ta’ala memberikan jalan untuk kembali pada-Nya. Di
SMAN 66 Jakarta tempat saya belajar itu ada kegiatan PKMA (Pelatihan
Keterampilan Membaca Al-Qur’an), nah waktu itu angkatan saya diberikan amanah
untuk menjadi mentornya (karna sudah lulus dan menjadi alumni), namun saya
tidak termasuk di dalam daftar alumni-alumni yang menjadi mentor itu, mungkin
karna reputasi saya dulu. Beberapa waktu berjalan, ada salah satu mentor mengundurkan
diri karna bentrok dengan jadwal kuliahnya, lalu sahabat sekaligus saudara saya
bang Ridho (follow kalo mau hehe, @musiridho, tapi udah engga aktif) dan bang
Zakky (@zakkyramdhan, jarang online) memberikan kepercayaan kepada saya untuk
menjadi mentor. Waktu ditawarinnya itu mendadak loh, ibarat kata saya mau pelatihan
dulu tuh tidak bisa. Lah wong saya baru dihubungi malam jam 9, sementara
kegiatannya besok pagi jam 10. Mendadak banget. Kalau saya berpikir “Yah bang,
saya mana bisa. Saya kan baru aja tobat dan belajar lagi, ilmunya masih cetek.”
Saya yakin dengan seyakin-yakinnya, saya tidak jadi seorang mentor saat ini.
Tapi saat itu saya bilang pada diri saya sendiri “Ini kehendak-Nya Allah, ini
tantangan dari Dia apakah lo itu benar-benar mau tobat dan mengabdi pada-Nya!
Jangan pikir pantas atau tidak, yang tahu kan Allah dan orang lain, bukan lo
sendiri!” dan saya yakin untuk mengambil kesempatan itu. Hasilnya?
Alhamdulillah baik dan lancar, dan bonusnya dua mentee saya menjadi mentor
juga, yang salah satunya juga sering berbagi ilmu di twitter, follow saja akun
ini à
@ameliafyns (amelia fyanisa), kalau yang satu lagi jarang aktif socmed.
Cukup segini dulu sharing
pengalaman saya, niatnya buat motivasi, kalau belum termotivasi untuk berani,
baca sekuel tulisan ini nanti ya (semacam sinetron) hehehe.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar