Bismillahirrohmaanirrohiim.
Seperti biasa pagi hari adalah waktu dimana
saya harus berangkat ke kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tempat saya
berjuang untuk meraih title sarjana, tapi lebih dari itu, kampus ini adalah
tempat dimana saya belajar banyak ilmu untuk nantinya saya aplikasikan dalam
hidup bermasyarakat walaupun jurusan saya Bahasa dan Sastra Inggris tapi tetap
ada ilmu untuk bermasyarakat. Dengan motor sport yang lebih besar dari badan
saya, jalanan menuju kampus ibarat sirkuit bagi saya dan garis finishnya adalah
gerbang kampus.
Ada yang special hari ini ketika saya berangkat
ke kampus. Bukan karena menemukan koper berisi uang jutaan, atau ketemu dengan
artis papan atas, tapi lebih berharga dari itu, Allah memberikan hikmah-Nya
sekaligus teguran bagi saya. Apa itu? Tepatnya di daerah Jalan Ciputat Raya,
beberapa puluh meter sebelum fly over Ciputat, di pinggir jalan sebelah kiri
saya sedang berjalan dengan tertatih-tatih seorang tunanetra sambil membawa
sebungkus besar kerupuk kemplang. Sebagian dari kita mungkin sering melihat
seorang tunanetra yang berjalan dengan tongkatnya dan juga sambil menggendong
kerupuk kemplang, karena banyak dari mereka yang berusaha mencari nafkah dengan
jalan demikian, perlu kita berikan penghargaan. Lalu apa yang membuat tunanetra
ini memiliki sesuatu yang ‘lebih’ menurut saya?