Kalau
berbicara soal hijab atau jilbab atau yang lebih umumnya lagi kerudung, fokus
pembicaraan kita tidak akan jauh dari kaum hawa. Jilbab atau kerudung zaman
sekarang ini memang sudah menjadi suatu fashionstyle bagi para wanita.
Berjilbab pun dengan banyak cara yang dianggap untuk mendukung estetika dalam
berpakaian. Ada yang memakai jilbab seperti ini, seperti itu, dan bla bla bla
(saya tidak tahu namanya). Namun dari hal itu semua, saya ingin membahas lebih
umum 2 hal kesalahan dalam berjilbab, apa itu? ‘Jilbab lontong’ dan ‘Jilbab
Preman’.
Ngomong-ngomong,
teman-teman tau kan lontong? Iya itu makanan tradisional masyarakat yang berupa
olahan beras yang didalamnya biasa diisi dengan potongan sayur, ada juga oncom,
dan ada juga yang mewah diisi ayam (eh itu mah lemper ya? abaikan). Nah udah tau
kan, tapi saya bukan mau bahas lontongnya, karna saya bukan chef ahli masak
atau komentator kuliner seperti Pak ‘Maknyus’ (hehehe). ‘Jilbab Lontong’ yang
saya mau jelaskan di sini adalah cara berjilbab atau berpakaian yang seperti
lontong. Tertutup auratnya? Tertutup sih, namun lekuk tubuhnya masih terlihat.
Yaaah kurang lebih sama kayak lontong yang dibungkus pakai daun pisang itu,
tapi bentuk si lontong itu masih terlihat. Sama kan kayak wanita yang menutup
auratnya, memakai jilbab, tapi wanita itu lekuk tubuhnya (khususnya bagian
kaki, dan juga dadanya) masih terlihat. Padahal wanita itu diperintahkan untuk
menutup auratnya bukan membungkus auratnya. Menutup itu artinya tidak terlihat
oleh mata aurat maupun bentuk tubuhnya. Yaaah lagi-lagi, kaya lontong, ‘Jilbab
Lontong’.
Beda
‘Jilbab Lontong’ beda lagi dengan ‘Jilbab Preman’. Eh, kok preman sih? Berarti
galak, suka mabuk, dan tukang palak? Bukan bukan, maksudnya bukan kelakuannya
kayak preman (walaupun mungkin ada yang kayak gitu ya) kalau pembahasan ‘Jilbab
Preman’ ini ya dari segi pakaiannya. Teman-teman semua sudah tahu kan pastinya
aurat wanita itu dibagian mana saja? Ya betul! Seluruh tubuhnya adalah aurat,
kecuali wajah dan telapak tangannya, it’s means semua bagian tubuh yang lain
harus ditutup, lah wong aurat itu kan aib, atau cela. Kalau ditunjukin bukan
menambah mulia melainkan hina (eh, jleb). Nah saya sering lihat baik di tempat
umum, maupun di kampus saya sendiri, ‘Jilbab Preman’ berkeliaran dimana-mana
bagai preman hendak menyerang (lebay), oh iya ‘Jilbab Preman’ itu memakai
jilbab/kerudung? Iya. Menutup seluruhnya? Hemmm saya pikir dulu, ternyata engga
semua tertutup. Bagian mana? Bagian lengan bawahnya! Seperti preman yang sering
menggulung lengan bajunya jika memakainya. Padahal balik lagi kepada hadits,
lengan bawah masih termasuk dari aurat wanita. Lagipula jika saya pribadi yang
melihatnya, itu seperti tidak niat berpakaian, dan juga kurang rapi, jadi sok
atuh jauhi ‘Jilbab Preman’ dan juga kelakuan preman (hehehe)
Eh
ternyata saat membuat tulisan ini saya menemukan istilah baru lagi, ‘Jilbab
Cincin’. Ada-ada saja pikiran saya ini, semalam terbersit kata ‘Jilbab
Lontong’, kalau ‘Jilbab Preman’ memang istilah lama saya dengan teman-teman
saya. Nah, kalau ‘Jilbab Cincin’ itu baru lagi. Tahu cincin emas? Bukan cincin
besi sepuhan, atau cincin mainannya anak SD dapat dari Chiki ya (hehe).
Persepsi saya, cincin emas itu kan kalau kita lihat di film-film atau di toko
emas, pasti tempatnya itu lebih besar dari cincinnya. Membungkus dengan baik
sang cincin tanpa terlihat bentuk dan juga kelihatan indahnya sang cincin. Sama
seperti wanita muslimah mulia yang memakai pakaian yang lebar-lebar, dan juga
tebal (tidak tembus pandang) menjaga bentuk dan juga kecantikan dirinya dari
mata yang tidak bertanggung jawab dan juga hina. Dan hanya akan mereka berikan
kecantikan itu hanya kepada orang yang tepat dan mereka cintai (aiiiih, so
sweeet).
Yaaah,
begitulah artikel ini saya tulis, sebagai media untuk renungan kita semua
sebagai muslim/ah. Saya tidak akan men-share ini ditimeline saya, karn khawatir
banyak yang tersinggung karna kurang tepat dengan kondisi setiap orang. Wallahu
a’lam bishshowab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar