Setiap apa yang terjadi mengandung hikmah bagi setiap orang yang mau melihatnya lebih bijak. Karena bersama kesedihan terdapat kebahagiaan.

Selasa, 12 Juni 2012

Jilbab Lontong, Jilbab Preman, Jilbab Cincin


                Kalau berbicara soal hijab atau jilbab atau yang lebih umumnya lagi kerudung, fokus pembicaraan kita tidak akan jauh dari kaum hawa. Jilbab atau kerudung zaman sekarang ini memang sudah menjadi suatu fashionstyle bagi para wanita. Berjilbab pun dengan banyak cara yang dianggap untuk mendukung estetika dalam berpakaian. Ada yang memakai jilbab seperti ini, seperti itu, dan bla bla bla (saya tidak tahu namanya). Namun dari hal itu semua, saya ingin membahas lebih umum 2 hal kesalahan dalam berjilbab, apa itu? ‘Jilbab lontong’ dan ‘Jilbab Preman’.
                Ngomong-ngomong, teman-teman tau kan lontong? Iya itu makanan tradisional masyarakat yang berupa olahan beras yang didalamnya biasa diisi dengan potongan sayur, ada juga oncom, dan ada juga yang mewah diisi ayam (eh itu mah lemper ya? abaikan). Nah udah tau kan, tapi saya bukan mau bahas lontongnya, karna saya bukan chef ahli masak atau komentator kuliner seperti Pak ‘Maknyus’ (hehehe). ‘Jilbab Lontong’ yang saya mau jelaskan di sini adalah cara berjilbab atau berpakaian yang seperti lontong. Tertutup auratnya? Tertutup sih, namun lekuk tubuhnya masih terlihat. Yaaah kurang lebih sama kayak lontong yang dibungkus pakai daun pisang itu, tapi bentuk si lontong itu masih terlihat. Sama kan kayak wanita yang menutup auratnya, memakai jilbab, tapi wanita itu lekuk tubuhnya (khususnya bagian kaki, dan juga dadanya) masih terlihat. Padahal wanita itu diperintahkan untuk menutup auratnya bukan membungkus auratnya. Menutup itu artinya tidak terlihat oleh mata aurat maupun bentuk tubuhnya. Yaaah lagi-lagi, kaya lontong, ‘Jilbab Lontong’.
                Beda ‘Jilbab Lontong’ beda lagi dengan ‘Jilbab Preman’. Eh, kok preman sih? Berarti galak, suka mabuk, dan tukang palak? Bukan bukan, maksudnya bukan kelakuannya kayak preman (walaupun mungkin ada yang kayak gitu ya) kalau pembahasan ‘Jilbab Preman’ ini ya dari segi pakaiannya. Teman-teman semua sudah tahu kan pastinya aurat wanita itu dibagian mana saja? Ya betul! Seluruh tubuhnya adalah aurat, kecuali wajah dan telapak tangannya, it’s means semua bagian tubuh yang lain harus ditutup, lah wong aurat itu kan aib, atau cela. Kalau ditunjukin bukan menambah mulia melainkan hina (eh, jleb). Nah saya sering lihat baik di tempat umum, maupun di kampus saya sendiri, ‘Jilbab Preman’ berkeliaran dimana-mana bagai preman hendak menyerang (lebay), oh iya ‘Jilbab Preman’ itu memakai jilbab/kerudung? Iya. Menutup seluruhnya? Hemmm saya pikir dulu, ternyata engga semua tertutup. Bagian mana? Bagian lengan bawahnya! Seperti preman yang sering menggulung lengan bajunya jika memakainya. Padahal balik lagi kepada hadits, lengan bawah masih termasuk dari aurat wanita. Lagipula jika saya pribadi yang melihatnya, itu seperti tidak niat berpakaian, dan juga kurang rapi, jadi sok atuh jauhi ‘Jilbab Preman’ dan juga kelakuan preman (hehehe)
                Eh ternyata saat membuat tulisan ini saya menemukan istilah baru lagi, ‘Jilbab Cincin’. Ada-ada saja pikiran saya ini, semalam terbersit kata ‘Jilbab Lontong’, kalau ‘Jilbab Preman’ memang istilah lama saya dengan teman-teman saya. Nah, kalau ‘Jilbab Cincin’ itu baru lagi. Tahu cincin emas? Bukan cincin besi sepuhan, atau cincin mainannya anak SD dapat dari Chiki ya (hehe). Persepsi saya, cincin emas itu kan kalau kita lihat di film-film atau di toko emas, pasti tempatnya itu lebih besar dari cincinnya. Membungkus dengan baik sang cincin tanpa terlihat bentuk dan juga kelihatan indahnya sang cincin. Sama seperti wanita muslimah mulia yang memakai pakaian yang lebar-lebar, dan juga tebal (tidak tembus pandang) menjaga bentuk dan juga kecantikan dirinya dari mata yang tidak bertanggung jawab dan juga hina. Dan hanya akan mereka berikan kecantikan itu hanya kepada orang yang tepat dan mereka cintai (aiiiih, so sweeet).
                Yaaah, begitulah artikel ini saya tulis, sebagai media untuk renungan kita semua sebagai muslim/ah. Saya tidak akan men-share ini ditimeline saya, karn khawatir banyak yang tersinggung karna kurang tepat dengan kondisi setiap orang. Wallahu a’lam bishshowab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar