Diantara
realita yang dijumpai pada sebagian wanita yang terlambat menikah
terutama dikota metropolitan, dikarenakan sebagian mereka terbuai oleh
idealisme mimpi,
Padahal tidak sedikit dari mereka yang umurnya
mendekati atau mencapai kepala tiga. Sebagian mereka ada yang berkata,
mengomentari temannya yang jauh umurnya dibawahnya ketika ia hendak
menikah dengan berkata : “ apa tidak ada pilihan yang lain?” mengometari
pilihan calon suami temannya. Padahal calonnya secara fisik termasuk
orang yang Allah karuniakan fisik yang baik dan tidak sedikit yang
bilang ganteng. Kalau dari sisi tanggung jawab, maka dia orang yang
berusaha berpegang teguh pada agamanya dan orang yang bertanggung jawab.
Adapun wanita tersebut tetap dalam mimpinya menanti pangeran dengan
segala kreteria kesempuranaan daripada mempunyai suami dalam kenyataan
walaupun umurnya telah mencapai 32 tahun. Dan ada diantara mereka yang
tidak menerima tawaran untuk proses sama seorang ikhwan sambil berkata :
“ kreteria suamiku nanti yang tingginya diatas 170 cm” padahal dia
sendiri tingginya jauh dibawah kriterianya disamping umurnya telah
mencapai kepala tiga. atau sebuah kisah yang diceritakan oleh orangnya
sendiri. “ Walaupun usiaku mendekati 40 tahun tetapi saya tetap
menginginkan agar suami kelak adalah seorang yang memilki kemuliaan,
kemampuan materinya diatas pertengahan dan dia memiliki gelar yang
tinggi. Tetapi sebenarnya saya setelah umur ini ketika saudara-saudara
perempuanku mengunjungiku bersama para suami dan anak-anak mereka, saya
merasakan kesedihan yang sangat dahsyat dan saya ingin seperti mereka,
saya bisa mengunjungi kelurgaku dan bisa berpergian bersama suami dan
anak-anakku.”
Atau kisah seorang wanita yang tetap memimpikan seorang
pangeran daripada mempunyai seorang suami dalam kenyataan. “ Karena saya
adalah wanita yang beruntung maka pemberian Allah kepadaku tidaklah
berhenti sebatas ini, tetapi Dia (Allah) menumbuhkan saya
ditengah-tengah keluarga kaya dan bangsawan, dan Dia menambahiku dengan
akal yang cerdas, akal yang menjadikanku mampu menyelesaikan studiku
dikuliah kedokteran dengan cepat. Dan selama seperti ini keadaanku maka
saya berhak untuk memilih suami yang pantas, orang yang memiliki
keutamaan yang dia sukses dengan semua ini, kesatria, tinggi
dibandingkan orang-orang lain yang ingin menikah, semakin hari semakin
tinggi yang akan memuaskan duniaku. Dan telah membuatku takut ketika
ibuku sering mengulang perkataannya yang merupakan pribahasa : “
Barangsiapa yang banyak pelamarnya maka dia akan gagal.” Tetapi saya
tidak mau mengalah dan saya tidak perduli dengan bergugurannya hari-hari
disekitarku, serta usiaku yang telah melewati batas yang diperbolehkan.
Maka mudah-mudahan saya akan mendapatkan kesatria yang lain yaitu
pangeran impianku yang wajahnya bermain-main didalam angan-anganku dan
yang dia berhak mendaptakan diriku.” Inilah diantara wanita-wanita yang
tertipu dengan idealisme mimpi. Bukan berarti seseorang tidak boleh
memilih atau mempunyai kriteria tertentu untuk pendamping hidupnya,
selama tidak menyelisihi syar’i dan tidak berlebihan dan dengan melihat
realita. Misalnya seseorang yang hidupnya sederhana, fisiknya dan
tingginya pas-pasan ingin mendapatkan seorang jutawan yang ganteng
bertubuh tinggi, walaupun banyak orang yang shaleh datang meminangnya
lalu dia menolaknya…??. Mungkin ada pertanyaan yang menggelitik hati
kita, sendainya dia menemukan pria impiannya apakah pria itu mau
dengannya??. Bagaimana ketika seandainya ia menemukan pangeran impiannya
sedangkan umurnya telah menacapai kepala tiga, sedangkan pangeran yang
bertubuh tinggi, kaya dan genteng itu mencari seorang pendamping yang
berumur 20 tahun ???. Disamping seharusnya yang menjadi patokan
seseorang memilih pendamping hidupnya adalah seorang yang shaleh setelah
itu boleh bagi dia memiliki kriteria tertentu asal tidak berlebihan dan
melihat reliata. Rasulullah shalallahu ‘alahi wasallam bersabda : “
Jika datang kepada kalian seorang yang kalian ridhaiagama dan akhlaknya,
maka nikahkanlah ia (dengan anak kalian). Jika tidak, maka akan terjadi
fitnah dibumi dan kerusakkan yang besar “ (HR. At Tirmidzi, Al Baihaqi
dan ini lafadznya, dihasankan oleh syaikh Al Al Bani) Hasan Al Basri
pernah ditanya “ Pria manakah yang engkau suruh untuk aku menikahkannya
dengan putriku ? ” Hasan Al Basri Rahimahullah menjawab : “ Nikahkanlah
ia dengan pria yang beriman karena bila ia mencintainya maka ia akan
memuliakannya. Dan bila ia tidak mencintainnya maka dia tidak akan
mendzaliminya “. Tidak mengapa seorang mempunyai kreteria tertentu
selama tidak menyelisihi syar’i, akan tetapi ingat patokannya adalah
agamanya. Jika baik agamanya lalu ia mempunyai kriteri ingin mencari
suami yang ganteng atau pondokkan tidak mengapa. Kalau seandainya
sebagian kriterianya yang sangat penting telah terpenuhi, setelah
istiqarah dia merasa cenderung dengannya, lalu ada kriteria lain yang
tidak terpenuhi pada diri seseorang yang datang mengkhitbahnya kenapa
dia harus menolaknya?. Misalnya seorang akhwat mencari ikhwan yang
shaleh, ganteng dan pondokkan dan kalau bisa sudah mapan. Lalu ada
seorang ikhwan yang mau mengkhitbahnya, seorang yang shaleh, pondokkan
akan tetapi wajahnya biasa saja, tidak ganteng dan tidak juga jelek dan
ia cenderung kepadanya setelah istikharah walaupun juga belum mapan,
lalu kenapa dia tidak menerimanya dan mengalah dengan sebagian dari
syarat-syaratnya atau kriterianya…!!! Kalau dia menginginkan seluruh
kriteria kesempurnaan dia ada pada calonnya, hal ini sangatlah sulit dan
jika seandainya ada, mungkin diapun mencari orang yang sepertinya,
apakah saudari termasuk kriterianya, seorang yang sholehah, cantik,
hafalan minimal 5 juz, cerdas, dari keturunan yang baik, kaya, minimal
tinggi 160 cm dan kriteria kesempurnaan lainnya…?? Lalu kenapa harus
tetap menanti pangeran dalam impian daripada suami dalam kenyataan.
Wahai saudariku…, tidak inginkah kalian segera menikah dengan laki-laki
shaleh pilihan kalian, hidup menjadi tenang yang dengan itu kalian
menyalurkan kebutuhan biologis dengan cara yang halal dan aman sehingga
terhindar dari maksiat dan mempunyai keturunan yang shaleh, buah hati
kalian sebagaimana saudari-saudari kalian yang telah menikah.
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu
isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
bagi kaum yang berfikir”.(Qs. Ar-Ruum : 21). Rasullullah Shallahu
‘Alaihi Wassalam bersabda : ” Wahai para pemuda barangsiapa diantara
kalian yang mampu menikah maka menikahlah dikarenakan dengan menikah
dapat lebih menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan dan barangsiapa
tidak mampu menikah maka baginya untuk berpuasa hal itu sebagai tameng
baginya “ ( HR. Bukhari dari Ibnu Mas’ud Radiyallahu ‘Anhu ) Tentu beda
antara mempunyai seorang suami dalam kenyataan dari mempunyai pangeran
dalam impian. Yang satu keberuntungan dan kebahagian dan yang satu
ketertipuan dan kesengsaraan.
Oleh : Al-Ustadz Abu Ibrahim Abdullah
Padahal tidak sedikit dari mereka yang umurnya mendekati atau mencapai kepala tiga. Sebagian mereka ada yang berkata, mengomentari temannya yang jauh umurnya dibawahnya ketika ia hendak menikah dengan berkata : “ apa tidak ada pilihan yang lain?” mengometari pilihan calon suami temannya. Padahal calonnya secara fisik termasuk orang yang Allah karuniakan fisik yang baik dan tidak sedikit yang bilang ganteng. Kalau dari sisi tanggung jawab, maka dia orang yang berusaha berpegang teguh pada agamanya dan orang yang bertanggung jawab. Adapun wanita tersebut tetap dalam mimpinya menanti pangeran dengan segala kreteria kesempuranaan daripada mempunyai suami dalam kenyataan walaupun umurnya telah mencapai 32 tahun. Dan ada diantara mereka yang tidak menerima tawaran untuk proses sama seorang ikhwan sambil berkata : “ kreteria suamiku nanti yang tingginya diatas 170 cm” padahal dia sendiri tingginya jauh dibawah kriterianya disamping umurnya telah mencapai kepala tiga. atau sebuah kisah yang diceritakan oleh orangnya sendiri. “ Walaupun usiaku mendekati 40 tahun tetapi saya tetap menginginkan agar suami kelak adalah seorang yang memilki kemuliaan, kemampuan materinya diatas pertengahan dan dia memiliki gelar yang tinggi. Tetapi sebenarnya saya setelah umur ini ketika saudara-saudara perempuanku mengunjungiku bersama para suami dan anak-anak mereka, saya merasakan kesedihan yang sangat dahsyat dan saya ingin seperti mereka, saya bisa mengunjungi kelurgaku dan bisa berpergian bersama suami dan anak-anakku.”
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”.(Qs. Ar-Ruum : 21). Rasullullah Shallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda : ” Wahai para pemuda barangsiapa diantara kalian yang mampu menikah maka menikahlah dikarenakan dengan menikah dapat lebih menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan dan barangsiapa tidak mampu menikah maka baginya untuk berpuasa hal itu sebagai tameng baginya “ ( HR. Bukhari dari Ibnu Mas’ud Radiyallahu ‘Anhu ) Tentu beda antara mempunyai seorang suami dalam kenyataan dari mempunyai pangeran dalam impian. Yang satu keberuntungan dan kebahagian dan yang satu ketertipuan dan kesengsaraan.
Oleh : Al-Ustadz Abu Ibrahim Abdullah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar